----------------------------------------------------------------------------------------
Seperti apa yang dikatakan
Tuhan, Ia menciptakan wanita dan pria, untuk nantinya saling
berpasang-pasangan.
Maka, Ia menciptakan aku dan
kau, juga untuk saling berpasang-pasangan, bukan?
Dan sekarang, kita sedang
mencoba berpasang-pasangan.
Kasarnya, kita sedang
memaksakan kondisi, dimana kita sebenarnya tidak tahu, siapa yang telah Tuhan
takdirkan untuk kita.
Ya, sekarang kita menjalin
cinta.
Mencoba untuk saling mengerti,
memahami, dan melengkapi.
Namun, pernahkah terbesit di
otakmu, bahwa mungkin aku bukan tulang rusukmu?
Sekian lama kita jalin
hubungan ini, aku mencoba mendampingimu, selaras denganmu, memahamimu, mencoba
meneyelami jiwamu.
Jika kau tanya apakah aku
bahagia denganmu?
Ya, aku bahagia.
Aku seperti merasakan
kedamaian jika berada di pelukmu, merindukan kehangatanmu ketika kau jauh
dariku.
Semuanya, kurasakan.
Kita mencoba berbagi rasa,
kehidupan, dan semua yang kita punya.
Bila ku katakan, aku
merindukanmu, kau pun menjawab, ya, aku juga merindukanmu.
Tapi, apakah sama rindu yang
kita rasa?
Apakah kau juga selalu
memikirkanku?
Apakah kau juga selalu
mendoakanku seperti aku yang selalu mendoakanmu di akhir sujudku?
Apakah hanya aku yang
memenuhi ruang dihati dan otakmu?
Apakah hanya aku yang sering
merasuk dalam mimpimu?
Karena suatu hari, aku
meneteskan air mata.
Entah, apa yang memaksaku
untuk memikirkan hal yang transparan.
Masa depan.
Dimana aku akan tumbuh menjadi
pribadi yang lebih matang.
Dimana, aku akan bergelar nyonya,
ibu, dan akhirnya nenek.
Dan tahukah kau, apa yang
aku pikirkan?
Dengan siapakah aku
menghabiskan waktu tuaku?
Ketika aku menjawab “kamu”
mengapa ada rasa yang tak sopan mennyeruak dari dalam hati?
Semalaman aku memikirkannya,
dan aku takut, masa depanku, bukan kamu.
Kita sering membicarakan
tentang masa depan.
Dan aku sering tergelak tawa
karena leluconmu.
Tentang kita yang akan
saling menyayangi, membina sebuah keluarga yang akan kau pimpin menuju
kebahagiaan dunia dan akhirat, hingga kita terlelap dalam tidur yang panjang
menghadap Sang Khalik.
Kau kerap berkata, “Aku masa
depanmu, dan kau masa depanku”.
Sontak aku pun terharu,
mendengar kau ingin memilikiku tidak hanya saat ini, tapi juga untuk masa yang
akan datang.
Bagaimana jika masa depanku
bukan kamu?
Bagaimana bila aku bukan
tulang rusukmu?
Bagaimana jika kamu bukan
jodohku?
Bagaimana jika Tuhan sudah
menuliskan suratan bahwa bukan denganmu aku akan menghabiskan masa tuaku?
Bagaimana, bagaimana, dan
bagaimana jika suatu saat kita akan berpisah dan disadarkan oleh keputusan
Ilahi, bahwa kau bukanlah belahan jiwaku?
Ah, terlalu banyak
pertanyaan yang terngiang di telingaku, tentangmu.
Tentang kita, di masa depan.
Tapi, pernahkah kau merasa
bimbang juga ikut mengalir ketika kau mengucapkan semua janji indah itu?
Pernahkah kau bermimpi,
bahwa Tuhan tak izinkan kita bersatu?
Pernahkah ada bisikan dari
dalam lubuk hatimu, bahwa aku bukan yang diciptakan Tuhan untuk berpasangan
denganmu?
Pernahkah kau juga merasa
yang sama denganku, bahwa kita tidak akan sejalan untuk masa yang akan datang?
Seakan aku sudah lelah untuk
mengetahui jawabannya, aku mencoba mengenyahkan semua itu dalam
otakku.
Aku serahkan semuanya kepada
Tuhan. Aku milikNya, dan kau pun juga milikNya.
Jodoh? Itu juga urusan
Tuhan.
Biarkan Ia menuliskan cerita
tentang makhlukNya, karena apapun yang telah Tuhan rencanakan akan berakhir
dengan indah.
Tapi, pintaku untukmu Tuhan,
jika aku bukan belahan jiwanya, pisahkanlah kami secepatnya, sebelum aku
terlanjur jatuh terlalu dalam kepada cintanya.
Karena, akan sangat menyiksa, kala aku mencintainya berlebih,
namun kala itu juga Kau tarik dia dari kehidupanku